Kamis, 18 September 2008

Peluang Public Relations



Kunci Public Relations masa depan adalah
"Partisipasi, bukan Pitching "



Setelah lama tidak terjun dalam kapasitas sebagai Professor PR and Journalism, WW menerima undangan Lembaga Manajemen PPM untuk mengisi sesi kursus "Menjadi PR andal dengan mempertajam kompetensi". Lima puluh orang praktisi PR dari BTN, Astra Mitra Ventura, Indosat, Suara Merdeka, Aneka Tambang dan lainnya mengikuti presentasi Indira Abidin, Sutji Lantyka, Farhan dan Wimar Witoelar.
Dengan meninggalkan kostum dan lawakan yang biasa menjadi cirinya WW tampil serius dengan materi 'Leveraging PR Competence'. Tapi sesekali terdengar juga tawa dari deretan peserta menanggapi humor yang tetap masuk dalam contoh-contoh kasus PR yang memang lucu.
Secara garis besar, dalam materinya WW menggambarkan area kompetensi PR yaitu 'positioning, personality, proposition' sesuai buku Tom Brannan 'Integrated Marketing Communication'. Dalam hal 'positioning', PR dituntut untuk menetapkan posisi klien. Hal ini membutuhkan kemampuan strategic analysis yang baik. Sementara itu, kompetensi di bidang personality diperlukan untuk mendefinisikan image dari klien yang akan dibawakan kepada publik. Terakhir adalah proposition dalam bentuk langkah konkrit Integrated Communication membangun image di tengah masyarakat. Tiga hal dasar yang harus dipikirkan adalah penetapan 'key messages' yang mudah diingat oleh masyarakat, penetapan 'target market' dan yang terakhir adalah menentukan media yang akan digunakan.
Tapi perspektif baru yang diperkenalkan WW disini adalah bahwa PR masa depan akan tergantung kepada keterampilan memanfaatkan Web 2.0. Model komunikasi horizontal seperti terlihat pada facebook, friendster, flickr, blog dan pemanfaatannya dalam citizen journalism akan menjadi media paling efektif dalam menyampaikan pesan-pesan PR. Kalau corporate website, portal berita dan beragam situs informasi membuktikan kegunaan Web 1.0, maka komunikasi lintas pemakai dalam model Web 2.0 akan memberikan leverage kepada kekuatan PR melalui Web 2.0 yang mengintegrasikan komunikasi warga dengan (dalam bahasa Inggris supaya jelas) networking, collective intelligence, long tails.


Dengan cara ini masa depan PR ada pada partisipasi atau gaul dalam masyarakat, bukan pada pitching. Dikatakan oleh Steve Rubel:
'the PR community must step out in front of the curtain, become a bit more technically adept and participate transparently as individuals in online communities. We will have to openly collaborate and add value to the network and help the companies we represent do exactly the same.'

Update 27 Juni 2007 : Bicara bersama profesional PR perusahaan minyak
Materi yang dibahas secara akademik di forum Lembaga Pendidikan PPM dijadikan dasar untuk pembahasan kontekstual esok harinya dalam forum BPMIGAS-KKSK PR yang disponsori perusahaan minyak TOTAL. Pertemuan semacam ini diadakan tiap bulan antara para pimpinan dan profesional di bidang PR dan CSR perusahaan kontraktor minyak di Indonesia. Untuk kali ini, jumlah hadirin mencapai jumlah diatas rata-rata yaitu 78 orang. Mengingat semua hadirin adalah praktisi yang sangat familiar dengan seluk-beluk PR dan komunikasi korporat, WW menekankan hal-hal baru yang dihadapi sebagai akibat dari perubahan business environment di Indonesia. Dalam hal positioning, kalau sebelum 1998 orientasi perusahaan sebagian besar diarahkan pada pemerintah Soeharto dengan pusat keputusan yang tegas, maka kini hubungan dengan pemerintah lebih bersifat kerjasama dan kepemimpinan pemerintah harus dipandang dalam konteks kontrol legislatif dan keterlibatan media serta masyarakat dalam memandang sektor migas.
Dengan sendirinya ini menghendaki penghayatan akan kompleksitas stakeholder, yang pada jangka panjangnya hanya bisa dihadapi oleh transparansi dalam melakukan positioning, membentuk image dan melakukan market communications. Diskusi banyak membahas media relations sebagai fungsi strategis yang harus dihadapi dengan sikap yang tegar. Rekomendasi WW adalah bahwa media relations didasarkan atas kaidah yang tidak berbeda dengan human relations. Untuk membentuk relationship yang matang diperlukan kemampuan mendengar, kesediaan untuk selalu accessible, dan untuk bisa dipercaya. Praktisi PR harus paham kebutuhan media untuk mendapatkan bahan untuk topik yang masuk agenda media, mengikuti deadline, dan harusnya ada penghargaan untuk karya media. Untuk mempermudah pekerjaan wartawan, komunikasi korporat perlu diberikan dalam format newsbytes dan soundbytes.
Tema utama seperti dikembangkan di PPM adalah potensi Web 2.0 untuk menjadi sarana utama PR masa depan. Komunikasi horizontal dan pembangunan collective intelligence yang menjadi ciri Web 2.0 sangat cocok dengan kebutuhan PR di zaman modern dimana masyarakat semakin skeptis terhadap otoritas, dan karenanya tidak mempan terhadap komunikasi vertikal yang biasa dilakukan sejak dulu dalam briefing pemerintah, press release korporat dan komunikasi satu arah. Komunikasi dua arah yang dimudahkan oleh Web 2.0 seiring juga dengan pengertian "conversational marketing", istilah lama yang sudah dipakai sejak 10 tahun yang lalu, tapi menjadi trend kembali karena adanya kebutuhan saluran alternatif untuk komunikasi yang terbuka dan jujur.

Menghadapi kenyataan bahwa pitching secara konvensional menjadi semakin susah dengan publik yang lebih cerdas, maka menjual ide atau produk lebih efektif melalui percakapan dan bocoran melalui RSS dibandingkan dengan komunikasi langsung. Website yang partisipatif seperti blog sudah menjadi pilihan bagi media modern bahkan yang berakar di pers cetak, seperti kolumnis kelas dunia dan pengamat pasar dan investasi.
Apalagi kalau kita bicara tentang image building dan reputation maintenance. Jelas bahwa apapun yang dipromosikan secara terbuka dan frontal akan sangat terpengaruh oleh lalulintas percakapan online yang bisa membahas citra sesuatu perusahaan secara santai dan menyeluruh. Dalam hal ini WW mengemukakan pengalaman tahun lalu ketika The Body Shop dibeli oleh L'Oreal, bagaimana skeptisisme publik bisa diatasi dengan percakapan ekstensif dalam berbagai blog mulai dari blog pendiri The Body Shop Anita Roddick sampai kepada pengamat industri perawatan tubuh.
Betapa mutakhirnya promosi melalui internet generasi kedua baru-baru ini dilaporkan oleh Business Week International dalam kampanye produk Unilever, 'Axe'. Key message yang diarahkan pada lelaki sangat sederhana, yaitu semprotlah tubuh anda dengan Axe, maka anda akan tidak bisa ditolak oleh perempuan manapun. Tapi penyebaran key message ini tidak dibatasi pada iklan konvensional. Dalam bulan-bulan berikutnya di tahun 2007 ini pesan Axe disebarkan melalui smartphone, blog, instant messaging, Flickr, MySpace, Skype, YouTube, digg, and del.icio.us. Anak muda yang tersebar di seluruh dunia langsung terjerat oleh trend yang sedang meledak dari pusat industri.
Disinilah pasar global berpadu dengan Web 2.0. Apa yang dilakukan Unilever dan Axe sangat berbeda dengan apa yang bisa dilakukan oleh perusahaan sektor migas. Tapi praktisi PR yang jeli di Indonesia harus bisa mengambil intisari pengalaman baru ini, memanfaatkan Web 2.0 untuk menyampaikan pesan perusahaan, membangun image perusahaan, dengan cara yang lebih efektif daripada sekedar konperensi pers, press release dan media relations konvensional.
Pada prinsipnya, PR tidak lagi bisa diandalkan atas kontrol terhadap pesan tapi lebih didasarkan kepada pentingnya partisipasi dalam dialog yang berjalan dalam jaringan-jaringan komunitas di dunia. Setelah diskusi dalam forum terbatas BPMIGAS-KKSK PR, kesadaran terhadap peluang baru PR di masa depan perlu dikembangkan dengan memperhatikan perkembangan komunitas pengamat industri melalui media online.
Print article only

Tidak ada komentar: